Sejak
periode 1970 hingga sekarang, sistem nilai tukar yang berlaku di Indonesia
telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali, yaitu Sistem Nilai Tukar Tetap,
Sistem Nilai tukar Mengambang Terkendali, dan terakhir Sistem Nilai tukar
Mengambang Bebas.
1. Sistem Nilai Tukar Tetap
Sistem nilai tukar tetap ( fixed exchange rate )
dimana lembaga otoritas moneter menetapkan tingkat nilai tukar mata uang
domestik terhadap mata uang negara lain pada tingkat tertentu, tanpa
memperhatikan penawaran ataupun permintaan terhadap valuta asing yang terjadi.
Bila terjadi kekurangan atau kelebihan penawaran atau permintaan lebih tinggi
dari yang ditetapkan pemerintah, maka dalam hal ini akan mengambil tindakan
untuk membawa tingkat nilai tukar ke arah yang telah ditetapkan. Tindakan yang
diambil oleh otoritas moneter bisa berupa pembelian ataupun penjualan valuta
asing, bila tindakan ini tidak mampu mengatasinya, maka akan dilakukan
penjatahan valuta asing (Hendra Halwani, 2005).
Sistem nilai tukar tetap yang berlaku di Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 1964 dengan nilai tukar resmi Rp
250/US Dollar, sementara nilai tukar Rupiah terhadap mata uang lainnya dihitung
berdasarkan nilai tukar Rupiah per US Dollar di bursa valuta asing Jakarta dan
di pasar internasional.
Selama periode tersebut di atas, Indonesia menganut
sistem kontrol devisa yang relatif ketat. Para eksportir diwajibkan menjual
hasil devisanya kepada Bank Indonesia. Dalam rezim ini tidak ada pembatasan
dalam hal pemilikan, penjualan maupun pembelian valuta asing. Sebagai
konsekuensi kewajiban penjualan devisa tersebut, maka Bank Indonesia harus
dapat memenuhi semua kebutuhan valuta asing bank komersial dalam rangka
memenuhi permintaan valuta asing oleh importir maupun masyarakat. Berdasarkan
sistem nilai tukar tetap ini, Bank Indonesia memiliki kewenangan penuh dalam
mengawasi transaksi devisa. Sementara untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada
tingkat yang telah ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di
pasar valuta asing.
Pemerintah Indonesia telah melakukan devaluasi
sebanyak tiga kali yaitu yang pertama kali dilakukan pada tanggal 17 April 1970
dimana nilai tukar Rupiah ditetapkan kembali menjadi Rp 378/US Dollar.
Devaluasi yang kedua dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 1971 menjadi Rp
415/US Dollar dan yang ketiga pada tanggal 15 November 1978 dengan nilai tukar
sebesar Rp 625/US Dollar. Kebijakan devaluasi tersebut dilakukan karena nilai
tukar Rupiah mengalami overvaluated sehingga dapat mengurangi daya saing
produk-produk ekspor di pasar internasional.
2 Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali
Nilai tukar mengambang terkendali, dimana pemerintah
mempengaruhi tingkat nilai tukar melalui permintaan dan penawaran valuta asing,
biasanya sistem ini diterapkan untuk menjaga stabilitas moneter dan neraca pembayaran.
Sistem nilai tukar mengambang terkendali di
Indonesia ditetapkan bersamaan dengan kebijakan devaluasi Rupiah pada tahun
1978 sebesar 33 %. Pada sistem ini nilai tukar Rupiah diambangkan terhadap
sekeranjang mata uang (basket currencies) negara-negara mitra dagang utama
Indonesia. Dengan sistem tersebut, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan
membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu.
Untuk menjaga
kestabilan nilai tukar Rupiah, maka Bank Indonesia melakukan intervensi bila kurs
bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah spread (Teguh Triyono, 2005).
Pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali
diterapkan di Indonesia, nilai tukar Rupiah dari tahun ke tahunnya terus
mengalami depresiasi terhadap US Dollar. Nilai tukar Rupiah berubah-ubah antara
Rp 644/US Dollar sampai Rp 2.383/US Dollar. Dengan perkataan lain, nilai tukar
Rupiah terhadap US Dollar cenderung tidak pasti.
3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas
Nilai tukar mengambang bebas, dimana pemerintah
tidak mencampuri tingkat nilai tukar sama sekali sehingga nilai tukar
diserahkan pada permintaan dan penawaran valuta asing. Penerapan sistem ini
dimaksudkan untuk mencapai penyesuaian yang lebih berkesinambungan pada posisi
keseimbangan eksternal (external equilibrium position. Tetapi kemudian timbul
indikasi bahwa beberapa persoalan akibat dari kurs yang fluktuatif akan timbul,
terutama karena karakteristik ekonomi dan struktur kelembagaan pada negara
berkembang masih sederhana. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas ini
diperlukan sistem perekonomian yang sudah mapan (Eric Yuliana, 2000).
Indonesia mulai menerapkan sistem nilai tukar
mengambang bebas pada periode 1997 hingga sekarang. Sejak pertengahan Juli
1997, Rupiah mengalami tekanan yang mengakibatkan semakin melemahnya nilai
Rupiah terhadap US Dollar. Tekanan tersebut diakibatkan oleh adanya currency
turmoil yang melanda Thailand dan menyebar ke negara-negara ASEAN termasuk
Indonesia. Untuk mengatasi tekanan tersebut, Bank Indonesia melakukan
intervensi baik melalui spot exchange rate (kurs langsung) maupun forward
exchange rate (kurs berjangka) dan untuk sementara dapat menstabilkan nilai
tukar Rupiah. Namun untuk selanjutnya tekanan terhadap depresiasi Rupiah
semakin meningkat.
Oleh karena itu dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang,
pada tanggal 14 Agustus 1997, Bank Indonesia memutuskan untuk menghapus rentang
intervensi sehingga nilai tukar Rupiah dibiarkan mengikuti mekanisme pasar.