elraihany's garden..

this is my 'GARDEN' and a beautiful place to share my mind..^^

Book Report : Rabbit - Proof Fence





RABBIT – PROOF FENCE





Imagine that you have to survive in the bush, hiding there for a long time. No place for you to take shelter. Without mom and dad or your family. How can you survive that situation? Doris Pilkington Garimara, the author of this book, represented what happened to her mother (Molly Kelly) and aunty’s children (Gracie and Daisy) in 1907-1931, in Australia. Doris was born in Balfour Downs Station about 60km northwest of Jigalong in the East Pilbara district. She published her writings Follow the Rabbit-Proof Fence in 1996, which was produced a movie Rabbit-Proof Fence in 2002, directed by Philip Noyce.
The Rabbit-Proof Fence is adopted from true story. In this story, there are three main characters, Molly (Doris’s Mother); Gracie and Daisy (Doris aunty’s children). They are the children of Aboriginal mothers and white fathers. Molly is the oldest one (14 years old). She is a brave and tough girl who loves and cares her sister so much. Another character is Gracie (10 years old) is an obedient girl who always helps her sisters. She isn’t as patient as Molly. The last main character is Daisy (8 years old) who is the youngest. She has a kind heart, clever, and always charms her sister when they were down.
     The story was started. One law in the early 1900s was about mixed-race children, or ‘half-castes’ as they were called at that time. This law said that these children (of Aboriginal mothers and white fathers) should be taken away from their families and sent to government or church settlements, to be trained to become servants and farm workers. Molly, Gracie and Daisy were three half-caste girls at Jigalong. Then, they were taken away from their families and sent to the Moore River Settlement. But they escaped and walked home, 1600km across Western Australia. They escaped because they weren’t feel comfortable with the settlement life. For them, that’s like a prison. They are tried to back home, its about 3-4 month. They has to living in the bush, stepped carefully from stone to stone, keep walking between 25-30 km a day, and made friendship with heat. In the middle of journey, they found the rabbit-proof fence. It was a great moment in the long walk to found a landmark to back home. Then, they followed that fence. But, they also has to losing Gracie. Because she can’t walk anymore and prefer to back home with foreign person who ask her to Wiluna (her mummy place) by train. Finally, after several days, Molly and Daisy arrived in Jigalong, they long journey has finished. But Gracie, she was caught at Wiluna. When she arrived, her mother was not there. So, she was sent back to Moore River.
   This story teach us about patience, courage and persistence. Firstly, patience. With patience, our live could be happier and full peaceness. Because, in our religion, Allah is together with patient people. Secondly, courage. Some fact said that the brave people are better than strong people. And the last, persistence. Its colour of our struggle in our life. Molly and her sister with their persistence succeeded back to home after walked between 3-4 month.
After read this story, I feel get the new spirit. In my opinion, The Rabbit-Proof Fence is a great story. I can learn much of moral value. Doris Pilkington as a writer of this story was success for bring the reader to feel what Molly and sisters were feel. So, I think, my decision to choose this book for my Book Report is right. Because, Doris’s diction is understandable. I think, you’ll also interested to read this book, you have to read it.. ^_^



Home was the Jigalong country ... Molly Kelly, right, with her daughter Doris Pilkington, centre, and sister Daisy Kadibil, who endured the long trek along the fence with her. Photo: Dione Davidsonndured the long trek along the fence with her. Photo: Dione Davidson




CONTOH PAPER "TAFSIR TEMATIK-RIBA"


PENDAHULUAN

Persoalan riba telah ada sejak orang mulai berbicara tentang hubungan perdagangan dan keuangan. Riba secara bahasa bermakna : ziyadah. Dalam pengertian lain, secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam  menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa  riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.

Persoalan riba sangat mempengaruhi pelakunya dalam segala aspek kehidupan, salah satunya dapat menyebabkan kesengsaraan secara ekonomi terutama bagi pihak yang melakukan peminjaman bunga. Oleh karena itu, Allah membenci dan melarang riba. Kegiatan tentang larangan riba di dalam Islam, telah jelas dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 278-279.

Paper ini tidak akan membahas kehalalan atau keharaman riba, karena keharamannya telah disepakati oleh setiap Muslim berdasarkan ayat-ayat Al-Quran serta ijma’ seluruh ulama Islam, apa pun mazhab atau alirannya. Yang dibahas adalah apa yang di maksud sesungguhnya oleh Al-Quran dengan riba yang diharamkannya itu?

Para ulama sejak dahulu hingga kini, ketika membahas masalah ini, tidak melihat esensi riba guna sekadar mengetahuinya, tetapi mereka melihat dan membahasnya sambil meletakkan di pelupuk mata hati mereka beberapa praktek transaksi ekonomi guna mengetahui dan menetapkan apakah praktek-praktek tersebut sama dengan riba yang diharamkan itu sehingga ia pun menjadi haram, ataukah tidak sama.



  
BAHASAN

A.    Teks Ayat
[QS. Al-Baqarah (3): 275-279]

الّذين يأكلون الّربوا لا يقومون الاّ كما يقوم يتخبّطه الشّيطن من المسّ ذلك بأنّهم قالوا انّما البيع مثل الربوا واحلّ الله البيع وحرّم الرّبوا فمن جاءه موعظة من ربّه فانتهي فله ما سلف وامره الي الله ومن عاد فأولئك اصحب النّار هم فيها خالدون * يمحق الله الرّبوا ويربي الصدقت والله لا يحبّ كلّ كفّار اثيم * انّ الّذين أمنوا وعملوا الصّلحت وأقاموا الصّلوة واتواالزّكوة لهم أجرهم عند ربّهم ولا خوف عليهم ولا هم يحزنون* يايها الّذين امنوا اتقوا الله وذرا ما بقي من الرّبواان كنتم مؤمنين * فان لم تفعلوا فاْذنوا بحرب من الله ورسوله وان تبتم فلكم رءوس اموالكم لا تظلمون ولا تظلمون *

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhanya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang talah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusanya terserah kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.[275]. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa [276]. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapa pahala di sisi Tuhanya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati [277]. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman [278]. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya (dirugikan) [279].”

B.     Pola Pentahapan dan Asbabun Nuzul
Larangan riba yang terdapat dalam Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus, melainkan dalam empat tahap.

Ar- Rum, 30: 39

وما اْتيتم من ربا ليربوا في اموال النّاس فلا يربوا عند اللهوما اْتيتم من زكوة تريدون وجه الله فاْولئك هم المضعفون *

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak bertambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya), [39].”

Dalam tahap ini, pinjaman riba yang zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan, sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarub kepada Allah SWT, ditolak dan tidak tidak diterima. Dan riba yang dimaksud untuk menambah harta itu, sebenarnya tidaklah menambah di sisi Allah. Ayat ini turun sebelum hijrah (Makiyah), belum menyatakan haramnya riba, tetapi sekedar menyatakan bahwa Allah tidak menyukainya.

            An-Nisa’, 4 : 160 – 161

فبظلم مّن الّذين هادوا حرّمنا عليهم طيبت أحلّت لهم وبصدّهم عن سبيل الله كثيراَ* واحذهم الرّبوا وقد نهوا عنه واكلهم اموال النّاس بالباطل واعتدنا للكافرين منهم عذابا اّليماَ*

“Maka, disebabkan kezalaiman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dilalakan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah;[160]. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang dari padanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih;[161].”

Ayat ini turun dalam konteks waktu itu, orang-orang Yahudi biasa melakukan perbuatan dosa besar. Mereka selalu menyalahi aturan yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Barang-barang yang telah dihalakan oleh Allah mereka haramkan, dan apa yang diharamkan oleh Allah mereka lakukan. Sebagian dari barang yang diharamkan oleh Allah yang mereka banyak budayakan adalah riba. Hanya orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah secara jujur dari kalangan meraka – diantaranya Abdullah bin Salam, Tsa’labah bin Sa’yah, Asad bin Sa’yah dan Asad bin Usaid – saja yang tidak mau melakukan kezaliman. Sehubungan dengan itu, Allah SWT menurunkan ayat 161 sebagai khabar tentang perbuatan mereka dan sebagai kabar gembira bagi mereka yang beriman untuk mendapatkan pahala yang besar dari sisi Allah SWT. (HR. Ibn Abi Hatim dari Muhammad b. Abdillah b. Yazid al-Muqri dari Yahya b. Uyainah dari Amr b. Ash).

Dalam tahap ini, riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk. Dalam ayat ini diceritakan bahwa orang-orang yahudi dilarang melakukan riba, tetapi larangan itu dilanggar mereka sehingga mereka dimurkai Allah SWT dan diharamkan kepada mereka sesuatu yang telah pernah dihalalkan kepada mereka sebagai akibat pelanggaran yang mereka lakukan. Ayat ini turun sesudah Hijrah (Madaniyah). Dan ayat ini belum secara jelas ditujukan kepada kaum muslimin, tetapi secara sindiran telah menunjukan bahwa, kaum muslimin pun jika berbuat demikian akan mendapat kutuk sebagaimana yang didapat orang-orang yahudi.

C.                       Ali Imron, 3: 130

يايها الّذين امنوا لا تاءكلوا الربوا اضعافا مضاعفة واتّقوا الله لعّلكم تفلحون *

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntunga;[130].”

Dalam tahap ini, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahawa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktikan pada masa tersebut. Ayat ini turun pada tahun ke tiga hijrah. Secara umum, ayat ini harus dipahami bahwa criteria berlipat ganda bukanlah merupakan syarat dari terjadinya riba (jikalau bunga berlipat ganda maka riba, tetapi jikalau kecil bukan riba), tetapi ini merupakan sifat umum dari parktik pembungaan uang pada saat itu.

Pada waktu itu terdapat orang-orang yang melakukan akad jual beli dengan jangka waktu tertentu (kredit). Apabila waktu pembayaran telah tiba, mereka ingkar, tidak mau membayar, sehingga dengan demikian bertambah besarlah bunganya. Dengan menambah bunga berarti mereka bertambah pula jangka waktu untuk membayar. Sehubungan dengan kebiasaan seperti ini Allah menurunkan ayat ini, yang pada intinya memberi peringatan dan larangan atas praktik jual beli yang demikian itu. (HR. Faryabi dari Mujahid). Dalam riwayat lain diceritakan bahwa, di zaman Jahiliyah Tsaqif berhutang kepada Bani Nadhir, pada waktu yang telah dijanjikan untuk membayar hutang itu, Tsaqif berkata: “Kami akan membayar bunganya dan kami meminta agar waktu pembayaranya ditangguhkan. Sehubungan dengan hal itu Allah SWT menurnkan ayat 130 sebagai peringatan, larangan dan ancaman bagi mereka yang membiasakan berbuat riba. (HR. Faryabi dari Atha’).

D.                Al-Baqarah : 278 – 279

يايها الّذين امنوا اتقوا الله وذرا ما بقي من الرّبواان كنتم مؤمنين * فان لم تفعلوا فاْذنوا بحرب من الله ورسوله وان تبتم فلكم رءوس اموالكم لا تظلمون ولا تظلمون *

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman.{278}. Maka jika kamu tidak mengerjakanya (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya (dirugikan);[279].”[10]

Pada tahap akhir ini, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ayat 278 dan 279 diturunkan sehubungan dengan pengaduan Bani Mughirah kepada gubernur Mekah Itab bin Usaid setelah terbunya Kota Mekah tentang utang-utang yang dilakukan dengan riba sebelum turunya ayat yang mengharamkan riba. Bani Mughirah menghutangkan harta kekayaan kepada Bani Amr bin Auf dari penduduk Tsaqif. Bani Mughirah berkata kepada Itab bin Usaid: “Kami adalah segolongan yang paling menderita lantaran dihapuskanya riba. Kami ditagih riba oleh orang lain, sedangkan kami tidak mau menerima riba lagi karena taat kepada peraturan Allah AWT yang menghapu riba”. Bani Amr bin Auf berkata: “Kami minta penyelesaian tagihan riba kami”. Oleh sebab itu Gubernur Mekah Itab bin Usaid mengirim surat kepada Rasulullah SAW yang isinya melaporkan kejadian tersebut. Surat ini dijawab oleh Rasulullah SAW setelah turunya ayat 278 dan 279 ini. Didalam ayat ini ditegaskan tentang perintah untuk meninggalkan riba.

C.    RIBA DALAM HADITS

ü  Dari Abdullah r.a., ia berkata : “Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang memakan (mengambil) & memberikan riba.” (HR.Muslim)

ü  Dari Jabir r.a.,ia berkata : “Rasulullah s.a.w. mengutuk orang yang memakan (mengambil) riba, wakilnya, penulisnya, dan dua orang yang menyaksikan.” Ia berkata: “mereka berstatus hukum sama.” (HR. Muslim, Ibn Majah).

Yang dimaksud dengan wakilnya ialah orang yang memberikan riba itu, karena sesungguhnya tidak akan terjadi riba itu kecuali dari dia, maka dia juga termasuk berdosa; sedangkan dosanya penulis dan 2 orang saksinya adalah karena bantuan mereka terhadap perbuatan yang diharamkan tersebut.

D.    SEJARAH RIBA

Ayat-ayat Al-Quran, di atas membicarakan riba sesuai dengan periode larangan, sampai akhirnya datang larangan tegas pada akhir periode penetapan hokum riba. Riba pada agama-agama samawi telah dinyatakan haram. Tersebut dalam Perjanjian Lama Kitab keluaran ayat 25 pasal 22: “Bila kamu menghutangi seseorang di antara  warga bangsamu uang muka maka janganlah kamu berlaku laksana seorang pemberi hutang, jangan kamu meminta keuntungan padanya untuk pemilik uang”. Namun orang Yahudi beranggapan bahwa riba itu hanyalah terlarang kalau dilakukan di kalangan sesama Yahudi. Tetapi tidak terlarang dilakukan terhadap non Yahudi. Hal ini tersebut dalam kitab Ulangan ayat 20 pasal 23.

Reputasi bangsa Yahudi dalam bisnis pembungaan uang memang sangat terkenal. Pada masa kini pun di AS, praktek pembungaan uang oleh kelompok etnis Yahudi, di luar lembaga perbankan, koperasi atau credit union, masih menjadi fenomena umum. Di negeri kita, kegiatan ini dikenal sebagai tukang kredit.

Tetapi Islam mengangap bahwa ketetapan-ketetapan yang mengharamkan riba yang hanya berlaku pada golongan tertentu, sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Lama merupakan ketetapan yang telah dipalsukan. Sebab riba diharamkan bagi siapa saja dan terhadap siapa saja, karena hal itu merupakan suatu yang zalim dan kezaliman, sehingga diharamkan kepada semua tanpa pandang bulu. Islam tidak membedakan manusia karena bangsanya atau warna kulitnya atau keturunanya. Karena manusia adalah hamba Allah. Tetapi umat Yahudi menganggap ada perbedaan besar antara umat yahudi dengan umat yang lain, sebagaimana mereka katakana dalam al-Qur’an; “Kami adalah putra-putra Allah dan kekasih-Nya”.

Berbeda dengan umat Yahudi, umat Nasrani dalam hal riba, secara tegas mengharamkan riba bagi semua orang, tanpa membedakan kalangan Nasrani maupun non-Nasrani. Tokoh-tokoh gereja sepakat berpegang pada ketetapan-ketetapan agama yang ada pada mereka. “Jika kamu menghutangi kepada orang yang engkau harapkan imbalanya, maka dimana sebenarnya kehormatan kamu. Tetapi berbuatlah kebaikan dan berikanlah pinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya. Karena pahala kamu akan sangat banyak.”

Ketetapan semacam ini menuntunkan pengharaman riba dengan tegas dalam agama nasrani. Namun kaum periba berusaha untuk menghalalkan beberapa keuntungan yang tidak dibenarkan oleh pihak geraja karena pengaruh ekonomi yahudi. Akhirnya muncul anggapan dan pendapat, bahwa keuntungan yang diberikan sebagai imbalan administrative dan organisasi dibenarkan. Akhirnya banyak orang mengambil fatwa ini sehingga berani menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah.

E.     MUNASABAH AYAT

Dalam ayat-ayat yang terdahulu berbicara tentang nafkah atau sedekah dalam berbagai aspeknya. Dalam anjuran bernafkah, tersirat anjuran untuk bekerja dan meraih apa yang dapat dinafkahkan. Karena bagiamana mungkin dapat memberi, kalau anda tidak memiliki. Nah, ada cara perolehan harta yang dilarang oleh ayat ini, yaitu yang bertolak belakang dengan sedekah. Cara tersebut adalah riba. Sedekah adalah pemberian tulus dari yang mampu kepada yang butuh tanpa mengharapkan imbalan dari mereka. Riba adalah mengambil kelebihan di atas modal dari yang butuh dengan mengeksploitasi kebutuhannya. Para pemakan riba itulah yang dikecam oleh ayat ini, apalagi praktik ini dikenal luas di kalangan masyarakat arab.



KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang riba, demikian pula hadist Nabi dan di riwayat-riwayat lainnya adalah, bahwa riba yang di praktikkan pada masa turunnya Al- Qur’an adalah kelebihan yang dipungut bersama jumlah hutang, pungutan yang mengandung penganiayaan dan penindasan, bukan sekedar kelebihan atau penambahan dari jumlah hutang.




REFERENSI

v  Al-Qur’anul Karim
v  Al- Hadits
(waktu pengambilan 21.00 pm, tanggal 15 Desember 2011) 
(waktu pengambilan 13.15 pm,tanggal 15 Desember 2011)
v  Muhammad Abu Bakar, 1995, Hadits Tarbiyah, Surabaya : Al- Ikhlas
v  Muhammad Quraish shihab, 1996, Wawasan Al- Qur’an, Jakarta : Mizan  

"hidup terlalu indah untuk dibuat susah..."




hari ini lagi-lagi sama seperti hari kemarin. sakit, kecewa, sedih. lagi-lagi, tema posting nya "air mata". baru sadar, ternyata masih ada orang-orang seperti mereka. menganggapku ada, hanya jika mereka butuh. tiba-tiba perhatian, hanya karena ada mau nya. *curhatdikit*

hmm sedikit tersinggung sih, tapi yasudah lah. anggap aja itu badai yang pasti akan berlalu (kata Alm. Chrisye). toh, masih banyak juga yang peduli nya tulus. kalo kata guru agama ku waktu SMA, "hidup ini terlalu indah untuk dibuat susah". yups, 100 jempol deh buat kata guruku itu.

hmm tapi kalo difikir2, bagus juga tuh buat topik postingan ku kali ini. ga jadi air mata deh tema nya. hehee nulis tentang itu aja.

***

banyak hal positif yang masih bisa kita lakuin, yang bisa menghasilkan keuntungan buat kita, daripada cuma mikirin hal-hal yang bikin kita tambah "galau". hmm tapi kayanya galau itu uda jadi trend anak muda jaman sekarang yaa, dimana-manaa nyebut galau. entah itu di status facebook, twitter, atau jejaring sosial lainnya. 1 kata yang terdiri dari 5 huruf itu emang ga pernah absen kayanya, rajin banget masuk. hmm

eh kok jadi ngomongin galau, jadi ga match sama judul nya.

kembali ke topik :

emang, hidup ini terlalu indah untuk dibuat susah. Allah uda kasih kita banyak kemudahan, tapi terkadang kita nya sendiri yang mempersulit. contoh, ketika ada masalah, kita dituntut untuk bisa nyelesein masalah itu. simple kok, Allah uda kasih kita akal, fikiran, dan segala macem yang udah kita butuhin tanpa kita pinta dulu, kita tinggal gunain aja. kurang baik apa coba..? Allah emang Maha Baik. :)

satu lagi, hadapi dengan hati yang lapang. kalo nemu masalah kaya intro ku di atas, biarkan mereka bersikap seperti itu. jangan difikirin, toh masih banyak yang sayang sama kita. Allah pun ga pernah ninggalin kita sendiri, Allah ga pernah tidur.

so, sekali lagi. "hidup itu terlalu indah untuk dibuat susah"..

keep spirit, cheer up.. :)

Pendampingan Agama Islam


Ø Da’wah = wajib
Bukan da’wah yang membutuhkan kita, tapi kita lah yang membutuhkan da’wah.. tanpa da’wah, ilmu akan sia-sia.. da’wah merupakan salah satu fasilitas dalam penyampaian ilmu / pentrasferan ilmu.. da’wah sangatlah penting dalam hidup kita..

Ø Da’wah, jika dilakukan secara sendiri-sendiri akan sia-sia
Da’wah, akan lebih baik jika dilaksanakan secara berjama’ah (secara bersama-sama), tidak secara munfarid.. karena da’wah akan sia-sia jika dilaksanakan secara sendiri-sendiri..
                            
Ø Life is not theory, life is action
Hidup bukanlah teori, tapi hidup adalah tindakan.. jika kita hanya tau teori tanpa mengaplikasikannya ke dalam suatu tindakan, maka itu akan sia-sia belaka..
                                   
Ø Berjalan lah lebih cepat dari biasanya
Mulai saat ini, berjalanlah lebih cepat dari biasa nya.. jadikan diri kita lebih siap dalam menyongsong masa depan gemilang.. lakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan.. do our best..!!

Ø Sesungguhnya amal perbuatan itu bergantung pada niat nya
(Innama a’malu bin niat)
Dalam melakukan sesuatu, perlulah niat yang lurus.. karena hasil yang akan kita terima adalah sesuai dengan yang kita niatkan di awal.. jadi, luruskan niat kita.. niat yang baik akan mendapat hasil yang baik pula..

Ø Fikirkan orang lain, jangan egois
Banyak yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak dapat hidup sendiri.. maka dari itu, janganlah egois, fikirkanlah orang lain.. sesuatu yang kita lakukan untuk orang lain terkadang memberikan hasil yang lebih baik ketimbang sesuatu yang kita niatkan untuk diri sendiri.. contoh nya, kuliah.. fikirkanlah orang tua atau ang telah membiayai kita untuk kuliah.. jika kita hanya memikirkan diri kita sendiri, mungkin hasilnya tidak semaksimal jika kita memikirkan orang tua atau oarang yang membiayai kuliah kita..

Ø Jadilah orang kuat..
(orang kuat adalah orang yang berada di antara orang-orang lemah dan membantu mereka)
Janganlah menjadi orang yang lemah, jadilah orang yang kuat.. bukan orang yang pandai bergulat, bukan pula yang berotot besar.. tapi orang yang dengan ikhlas membantu orang-orang lemah disekitar nya..  karena Allah lebih menyukai orang-orang yang kuat dibanding orang-orang yang lemah..

Ø Hidup hanya untuk menunggu waktu shalat
Waktu yang terbuang janganlah di sia-siakan, karena waktu tidak akan pernah bisa kembali.. ada yang mengatakan waktu adalah pedang, karena jika kita lalai menggunakan waktu ia yang akan menghabisi kita.. ada juga yang mengibaratkan bahwa waktu adalah uang, ini dimaksudkan agar waktu yang terlewati haruslah menghasilkan sesuatu.. maka dari itu, hidup kita haruslah bermanfaat.. sebaik-baik hidup yang kita jalani adalah hidup yang hanya untuk menunggu waktu shalat.. setelah waktu shubuh, tunggu waktu dzuhur.. setelah waktu dzuhur, tunggu waktu ashar.. begitu pula seterusnya..
                                                                                              
Ø Biasakan baca Al-Qur’an, shalat Tahajjud, shalat Dhuha, Shodaqoh
Agar waktu tidak terbuang sia-sia, dan agar waktu menjadi bermanfaat untuk dunia akhirat, pergunakan waktu untuk hal-hal bermanfaat pula.. seperti membaca Al-Qur’an, shalat Tahajjud, Shalat Dhuha, serta Shodaqoh..


*******


Cute Blue Flying Butterfly

kasih makan yuk ikannya ^_^


what time is it??

About Me

Foto Saya
Wulan Rahmadani
Assalamu'alaikum.. saya Wulan, perempuan berdarah Jawa kelahiran tahun 'sembilan dua'. Merupakan anak pertama dari 5 bersaudara dan mahasiswi Akuntansi di salah satu Universitas di Yogyakarta, yang Insya Allah 2014 nanti mengenakan toga (Aamiin).. hobi menulis, mencintai alam (tapi bukan anak mapala hehee), penyuka seafood, makanan pedas, dan bukan golongan penyuka kecap.. suka jalan-jalan, ingin terus belajar dan berbagi. yaa, belajar, berbagi, dan selanjutnya menyejarah melalui kata..!! ^^
Lihat profil lengkapku

anda pengunjung ke...

calendar..

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Blogger Templates
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Followers